Minggu, 03 Mei 2009

HUKUM PERKAWINAN MELALUI TELEPON JARAK JAUH

TUGAS FIQH MUNAKAHAT

PERKAWINAN MELALUI TELEPON JARAK JAUH















NAMA : Humaerak

NIM : 07120010

JURUSAN : Syari’ah






FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG


BAB I

A. Latar Belakang

Urusan perkawinan di Indonesia dipayungi oleh Undang-Undang Perkawinan No. 1 tahun 1974 serta diatur ketentuannya dalam Kompilasi Hukum Islam. Saripati aturan-aturan Islam mengenai perkawinan, perceraian, perwakafan dan pewarisan ini bersumber dari literatur-literatur fikih Islam klasik dari berbagai madzhab yang dirangkum dan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat Indonesia. Kedua dasar hukum mengenai perkawinan dan urusan keluarga tersebut diharapkan dapat menjadi pijakan hukum bagi rakyat Indonesia yang akan melaksanakan perkawinan. Namun dalam praktek pelaksanaan perkawinan yang berlaku di masyarakat, banyak muncul hal-hal baru yang bersifat ijtihad, dikarenakan tidak ada aturan yang tertuang secara khusus untuk mengatur hal-hal tersebut.

Kurang lebih satu dekade yang lalu, muncul peristiwa menarik dalam hal pelaksanaan akad nikah yang dilakukan secara tidak lazim dengan menggunakan media telepon. Kemudian status pernikahan ini dimohonkan pengesahannya melalui Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Oleh Pengadilan Agama Jakarta Selatan status hukumnya dikukuhkan dengan dikeluarkannya Surat Putusan No. 1751/P/1989. Meski Pengadilan Agama Jakarta Selatan mengesahkan praktek semacam ini, namun putusan ini tetap dianggap riskan, karena dikhawatirkan menimbulkan preseden yang tidak baik.

Fenomena seperti ini menggelitik untuk dikaji dan dikomentari oleh para pakar hukum keluarga Islam di Indonesia. Oleh sebab praktek akad nikah jarak jauh dengan menggunakan media teknologi ini belum pernah sekalipun dijumpai pada jaman sebelumnya. Praktek akad nikah pada jaman Nabi dan para Salafus shalih hanya menyiratkan diperbolehkannya metode tawkil, yakni pengganti pelaku akad apabila pihak pelaku akad (baik wali maupun mempelai pria) berhalangan untuk melakukannya.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan pada latar belakang masalah yang telah dipaparkan pada bagian sebelumnya, penulis mengajukan beberapa masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana hukum akad nikah melalui telepon?

2. Apa dasar-dasar yang dipakai dalam menentukan hukum akad nikah melalui telepon?























BAB II

PEMBAHASAN

Perkawinan menurut perundang-undangan yang berlaku adalah ikatan lahir batin seorang laki-laki dan perempuan sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. berdasarkan ketuhanan yang maha esa (UU no. 1 tahun 1974 pasal 1).

Perkawinan pada umumnya dilakukan disatu tempat seperti masjid, rumah, atau gedung dimana suami istri dan walinya hadir dalam tempat tersebut namun seiring perkembangan jaman hal tersebut mulai banyak disimpangi karena terkendala faktor jarak, akhimya ditempuhlah perkawinan jarak jauh dengan menggunakan peralatan modern seperti telekonference, MMS, telepon, surat elektronik, SMS, faksmili dan sebagainya.

Hat ird menyebabkan pertanyaan hukum dimana permasalahannya adalah mengenai status perkawinan tersebut dan akibat hukumnya. Jika dilihat dari syarat sahnya suatu perkawinan menurut Undang-undang dan hukum Islam maka perkawinan melalui peralatan modern tersebut tidaklah masalah sepanjang syarat tersebut terpenuhi.


Dasar-Dasar Yang Dipakai Dalam Menentukan Hukum Akad Nikah Melalui Telepon

Proses pernikahan dalam Islam mempunyai aturan-aturan. Sebuah akad pernikahan yang syah harus terpenuhi rukun dan syarat-syaratnya. Rukunnya adalah ijab dan qabul, sedang syaratnya adalah ijin dari wali perempuan dan kehadiran dua orang saksi. Ini semuanya harus dilakukan dengan jelas dan transparan, sehingga tidak ada unsur penipuan dan pengelabuhan.

Mengenai perkawinan jarak jauh pada prinsipnya dilakukan jarak jauh dan harus memenuhi ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Dalam perkawinan akibat hukumnya adalah timbulnya hak dan kewajiban suami istri.

Perkawinan jarak jauh memanfaatkan peralatan modern seperti telekonference, MMS, telepon, Surat elektronik, SMS, faksmili dan sebagainya. Sah tidaknya perkawinan jarak jauh ditentukan melalui apakah perkawinan tersebut telah memenuhi ketentuan perundang-undangan mengenai perkawinan yaitu undang-undang No 1 tahun 1974 tentang perkawinan dan kompilasi hukum Islam.

Dalam praktiknya, ijab kabul perkawinan jarak jauh sering ditemukan. Bahkan, PT Telekomunikasi Indonesia Tbk telah memfasilitasinya pada Maret 2006. Telkom Kandatel Bandung bisa jadi merupakan penyelenggara pernikahan jarak jauh via internet yang pertama. Soal biaya, jangan membayangkan angka enam digit alias jutaan. Karena tarifnya cukup murah, lebih kurang Rp100 ribu.

Tetap bisa terjadi pernikahan, tanpa harus salah satu pihak mendatangi yang lainnya adalah dengan pewakilan (tawkil). Baik dilakukan oleh pihak orang tua (wali) pihak wanita, ataupun oleh pihak pengantin laki-laki.

Seorang ayah kandung (wali) pihak calon pengantin wanita sudah sering kita lihat mewakilkan wewenangnya kepada pihak lain. Meski yang bersangkutan hadir di dalam majelis akad nikah. Misalnya, seseorang dengan pertimbangan tertentu mewakilkan dirinya kepada seorang tokoh ulama atau pemuka masyarakat untuk menjadi wali nikah. Maka dalam akad nikah itu dia hanya menonton saja, padahal dirinyalah yang tadinya melakukan akad nikah. Dan praktek seperti hukumnya dibenarkan dalam syariat, baik dia ikut hadir dalam majelis akad itu atau pun tidak hadir.

Kalau cara ini yang dipilih, maka orang tua calon istri boleh saja mengutus seseorang menjadi wakilnya ke negeri tempat calon penganten tinggal. Atau boleh juga menyampaikan pesan kepada seseorang yang sudah tinggal di negeri calon penganten untuk menjadi wakilnya. Pesan itu bisa saja disampaikan lewat telepon international, boleh juga dengan surat, email atau media lainnya. Yang penting keasliannya bisa dipertanggung-jawabkan.

Maka orang yang ditunjuk menjadi wakilnya boleh menjadi wali dalam akad nikah di negeri tempat calon penganten tinggal. Orang itu boleh saja seorang teman, atau mungkin famili atau kenalan dari pihak keluar wanita, atau boleh siapapun. Sebagaimana yang berlaku di dalam hukum perwakilan umumnya. Tidak disyaratkan harus yang masih punya hubungan darah dengan wali aslinya.

Jadi akad nikah bisa tetap dilakukan di tempat calon istri. Pastikan calon mertua sudah mewakilkan hak kewaliannya kepada seseorang. Dan pastikan juga bahwa akad nikah itu disaksikan oleh sejumlah orang Islam, minimal 2 orang saksi yang 'aqil, baligh, laki-laki, adil dan tidak fasiq. Begitu ijab qabul telah diucapkan, resmilah berdua menjadi suami istri. Meski berada di tempat yang terpisah oleh belahan bumi yang berbeda.

Hukum Akad Nikah Melalui Telepon

Prosesi ijab kabul, masih kontroversial. Hampir semua imam fikih berpendapat ijab kabul harus satu majelis. Namun ulama kontemporer, dengan menimbang persoalan ekonomi, baru-baru ini memperbolehkan perkawinan jarak jauh. Tentang perkawinan jarak jauh, menyangkut persoalan akad atau kontrak. Kontrak itu harus jelas, siapa yang melakukan akad, saksi dan walinya siapa. Apalagi perkawinan merupakan kontrak jangka panjang.

Ada yang berpendapat, bahwa momen perkawinan adalah penting, sehingga kedua mempelai harus hadir. Bukan persoalan sah dan tidak sah. Tapi secara moral, orang menikah itu harus hadir secara fisik. Karena ada kedekatan psikologis antara calon pengantin.

Dan ada juga yang berpendapat, bahwa ijab kabul sama dengan akad sehingga, kalau terpenuhi prinsip-prinsip kepastian, perkawinan bisa dilakukan jarak jauh.

Sebagai perbandingan, di Mesir, berdasarkan buku laporan pelatihan hakim Indonesia gelombang II di Kairo, 2003, pengertian satu majelis tidak harus duduk dalam satu tempat. Oleh karenanya, ijab kabul melalui telepon dipandang sah bila dapat dipastikan suara yang didengar adalah suara orang yang melakukan ijab kabul. Begitupun apabila ijab kabul dilakukan lewat surat elektronik dibacakan oleh kuasanya yang sah di depan dua orang saksi nikah dan banyak orang.

Adalah Abdurrahman Wahid alias Gus Dur yang pernah melakukan perkawinan jarak jauh. Ia saat itu menempuh studi di Mesir dan saat ijab kabul mewakilkan dirinya kepada orang lain lewat surat kuasa. Saat itu, Gus Dur sebagai mempelai pria diwakili kakeknya dari garis ibu, KH Bisri Syansuri. Dan ini membuktikan bahwa di Indonesia putusan pengadilan mengesahkan perkawinan lewat telepon.

Rifyal yang menyabet gelar master dari Department of Social Sciences, Kairo, Mesir menganalogikan ijab dan kabul perkawinan dengan perdagangan yang menurut Islam juga harus dilakukan dalam satu majelis. “Tapi sekarang jual beli ekspor impor ’kan tidak begitu. Buyer (pembeli, red)-nya di Amerika Serikat, kita di sini. Dan itu di seluruh negara Islam dipandang sah-sah saja,” contoh Rifyal.

Perkawinan jarak jauh khususnya lewat media telepon telah dikukuhkan oleh sebuah putusan pengadilan yaitu putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan No.1751/P/1989.












BAB III

KESIMPULAN

Perkawinan jarak jauh khususnya lewat media telepon telah dikukuhkan oleh sebuah putusan pengadilan yaitu putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan No.1751/P/1989. Penggunaan media komunikasi teleconference dan telepon sebagai sarana yang memungkinkan dan bersifat otentifikasi untuk ijab kabul perkawinan jarak jauh.

Akad nikah atau ijab kabul sama dengan ijab kabul dalam jual beli. Pada prinsipnya sama harus ada ijab dan kabul yang jelas. apabila kedua pihak yang berakad ini tidak berada satu majelis, kemudian melalui bantuan teknologi keduanya dapat dihubungkan dengan sangat meyakinkan, itu dapat ’dihukumi’ satu majelis. Begitu pun dengan perkawinan. Perkawinan sah atau bisa dilakukan jarak jauh, jika terpenuhi dan diketahui prinsip-prinsip kepastiannya.

Menjawab soal ijab kabul, selama dapat diyakinkan bahwa ’suara’ di seberang sana adalah orang yang berkepentingan, maka hal tersebut sah-sah saja. Soal pengertian satu majelis, pengertian satu majelis saat ini tidak bisa disamakan dengan satu majelis zaman nabi.

Akad nikah melalui telepon, Sms, surat, fax, atau sarana lainnya, atau melalui kabar yang dibawa oleh orang yang jujur dan adil yang diyakini kebenarannya dan tidak dapat dipalsukan, dengan terdapat saksi-saksi adil dan jujur minimal dua orang laki-laki, maka ijal kabul itu sah.




Daftar Pustaka



Prof. Dr. H. Satria Efendi M. Zein, MA. Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer. Prenada Media. Jakarta. 2004


Drs. Slamet Abidin. Fiqh Munakahat. CV Pustaka Setia. Bandung. 1999


Mohd, Idris Ramulyo, SH. MH. Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan, Hukum Acara Peradilan Agama Dan Zakat Menurut Hukum Islam. Sinar Grafika, Jakarta. 1995


Prof. H. Hilman Hadi kusuma, SH. Hukum Perkawinan Indonesia. CV Mandar Maju, Bandung. 1995


Mohd, Idris Ramulyo, SH. MH. Hukum Perkawinan Islam. PT Bumi Akasara. Jakarta. 2002


www.hukumonline.com


www.patemanggung.ptasemarang.net


www.lawskripsi.com. Satria Effendi M. Zein


www.adln.lib.unair.ac.id










Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer. Prof. Dr. H. Satria Efendi M. Zein, MA.

www.adln.lib.unair.ac.id


www.lawskripsi.com. Satria Effendi M. Zein

www.patemanggung.ptasemarang.net

HUKUM PERKAWINAN MELALUI TELEPON JARAK JAUH

TUGAS FIQH MUNAKAHAT

PERKAWINAN MELALUI TELEPON JARAK JAUH















NAMA : Humaerak

NIM : 07120010

JURUSAN : Syari’ah






FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG


BAB I

A. Latar Belakang

Urusan perkawinan di Indonesia dipayungi oleh Undang-Undang Perkawinan No. 1 tahun 1974 serta diatur ketentuannya dalam Kompilasi Hukum Islam. Saripati aturan-aturan Islam mengenai perkawinan, perceraian, perwakafan dan pewarisan ini bersumber dari literatur-literatur fikih Islam klasik dari berbagai madzhab yang dirangkum dan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat Indonesia. Kedua dasar hukum mengenai perkawinan dan urusan keluarga tersebut diharapkan dapat menjadi pijakan hukum bagi rakyat Indonesia yang akan melaksanakan perkawinan. Namun dalam praktek pelaksanaan perkawinan yang berlaku di masyarakat, banyak muncul hal-hal baru yang bersifat ijtihad, dikarenakan tidak ada aturan yang tertuang secara khusus untuk mengatur hal-hal tersebut.

Kurang lebih satu dekade yang lalu, muncul peristiwa menarik dalam hal pelaksanaan akad nikah yang dilakukan secara tidak lazim dengan menggunakan media telepon. Kemudian status pernikahan ini dimohonkan pengesahannya melalui Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Oleh Pengadilan Agama Jakarta Selatan status hukumnya dikukuhkan dengan dikeluarkannya Surat Putusan No. 1751/P/1989. Meski Pengadilan Agama Jakarta Selatan mengesahkan praktek semacam ini, namun putusan ini tetap dianggap riskan, karena dikhawatirkan menimbulkan preseden yang tidak baik.

Fenomena seperti ini menggelitik untuk dikaji dan dikomentari oleh para pakar hukum keluarga Islam di Indonesia. Oleh sebab praktek akad nikah jarak jauh dengan menggunakan media teknologi ini belum pernah sekalipun dijumpai pada jaman sebelumnya. Praktek akad nikah pada jaman Nabi dan para Salafus shalih hanya menyiratkan diperbolehkannya metode tawkil, yakni pengganti pelaku akad apabila pihak pelaku akad (baik wali maupun mempelai pria) berhalangan untuk melakukannya.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan pada latar belakang masalah yang telah dipaparkan pada bagian sebelumnya, penulis mengajukan beberapa masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana hukum akad nikah melalui telepon?

2. Apa dasar-dasar yang dipakai dalam menentukan hukum akad nikah melalui telepon?























BAB II

PEMBAHASAN

Perkawinan menurut perundang-undangan yang berlaku adalah ikatan lahir batin seorang laki-laki dan perempuan sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. berdasarkan ketuhanan yang maha esa (UU no. 1 tahun 1974 pasal 1).

Perkawinan pada umumnya dilakukan disatu tempat seperti masjid, rumah, atau gedung dimana suami istri dan walinya hadir dalam tempat tersebut namun seiring perkembangan jaman hal tersebut mulai banyak disimpangi karena terkendala faktor jarak, akhimya ditempuhlah perkawinan jarak jauh dengan menggunakan peralatan modern seperti telekonference, MMS, telepon, surat elektronik, SMS, faksmili dan sebagainya.

Hat ird menyebabkan pertanyaan hukum dimana permasalahannya adalah mengenai status perkawinan tersebut dan akibat hukumnya. Jika dilihat dari syarat sahnya suatu perkawinan menurut Undang-undang dan hukum Islam maka perkawinan melalui peralatan modern tersebut tidaklah masalah sepanjang syarat tersebut terpenuhi.


Dasar-Dasar Yang Dipakai Dalam Menentukan Hukum Akad Nikah Melalui Telepon

Proses pernikahan dalam Islam mempunyai aturan-aturan. Sebuah akad pernikahan yang syah harus terpenuhi rukun dan syarat-syaratnya. Rukunnya adalah ijab dan qabul, sedang syaratnya adalah ijin dari wali perempuan dan kehadiran dua orang saksi. Ini semuanya harus dilakukan dengan jelas dan transparan, sehingga tidak ada unsur penipuan dan pengelabuhan.

Mengenai perkawinan jarak jauh pada prinsipnya dilakukan jarak jauh dan harus memenuhi ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Dalam perkawinan akibat hukumnya adalah timbulnya hak dan kewajiban suami istri.

Perkawinan jarak jauh memanfaatkan peralatan modern seperti telekonference, MMS, telepon, Surat elektronik, SMS, faksmili dan sebagainya. Sah tidaknya perkawinan jarak jauh ditentukan melalui apakah perkawinan tersebut telah memenuhi ketentuan perundang-undangan mengenai perkawinan yaitu undang-undang No 1 tahun 1974 tentang perkawinan dan kompilasi hukum Islam.

Dalam praktiknya, ijab kabul perkawinan jarak jauh sering ditemukan. Bahkan, PT Telekomunikasi Indonesia Tbk telah memfasilitasinya pada Maret 2006. Telkom Kandatel Bandung bisa jadi merupakan penyelenggara pernikahan jarak jauh via internet yang pertama. Soal biaya, jangan membayangkan angka enam digit alias jutaan. Karena tarifnya cukup murah, lebih kurang Rp100 ribu.

Tetap bisa terjadi pernikahan, tanpa harus salah satu pihak mendatangi yang lainnya adalah dengan pewakilan (tawkil). Baik dilakukan oleh pihak orang tua (wali) pihak wanita, ataupun oleh pihak pengantin laki-laki.

Seorang ayah kandung (wali) pihak calon pengantin wanita sudah sering kita lihat mewakilkan wewenangnya kepada pihak lain. Meski yang bersangkutan hadir di dalam majelis akad nikah. Misalnya, seseorang dengan pertimbangan tertentu mewakilkan dirinya kepada seorang tokoh ulama atau pemuka masyarakat untuk menjadi wali nikah. Maka dalam akad nikah itu dia hanya menonton saja, padahal dirinyalah yang tadinya melakukan akad nikah. Dan praktek seperti hukumnya dibenarkan dalam syariat, baik dia ikut hadir dalam majelis akad itu atau pun tidak hadir.

Kalau cara ini yang dipilih, maka orang tua calon istri boleh saja mengutus seseorang menjadi wakilnya ke negeri tempat calon penganten tinggal. Atau boleh juga menyampaikan pesan kepada seseorang yang sudah tinggal di negeri calon penganten untuk menjadi wakilnya. Pesan itu bisa saja disampaikan lewat telepon international, boleh juga dengan surat, email atau media lainnya. Yang penting keasliannya bisa dipertanggung-jawabkan.

Maka orang yang ditunjuk menjadi wakilnya boleh menjadi wali dalam akad nikah di negeri tempat calon penganten tinggal. Orang itu boleh saja seorang teman, atau mungkin famili atau kenalan dari pihak keluar wanita, atau boleh siapapun. Sebagaimana yang berlaku di dalam hukum perwakilan umumnya. Tidak disyaratkan harus yang masih punya hubungan darah dengan wali aslinya.

Jadi akad nikah bisa tetap dilakukan di tempat calon istri. Pastikan calon mertua sudah mewakilkan hak kewaliannya kepada seseorang. Dan pastikan juga bahwa akad nikah itu disaksikan oleh sejumlah orang Islam, minimal 2 orang saksi yang 'aqil, baligh, laki-laki, adil dan tidak fasiq. Begitu ijab qabul telah diucapkan, resmilah berdua menjadi suami istri. Meski berada di tempat yang terpisah oleh belahan bumi yang berbeda.

Hukum Akad Nikah Melalui Telepon

Prosesi ijab kabul, masih kontroversial. Hampir semua imam fikih berpendapat ijab kabul harus satu majelis. Namun ulama kontemporer, dengan menimbang persoalan ekonomi, baru-baru ini memperbolehkan perkawinan jarak jauh. Tentang perkawinan jarak jauh, menyangkut persoalan akad atau kontrak. Kontrak itu harus jelas, siapa yang melakukan akad, saksi dan walinya siapa. Apalagi perkawinan merupakan kontrak jangka panjang.

Ada yang berpendapat, bahwa momen perkawinan adalah penting, sehingga kedua mempelai harus hadir. Bukan persoalan sah dan tidak sah. Tapi secara moral, orang menikah itu harus hadir secara fisik. Karena ada kedekatan psikologis antara calon pengantin.

Dan ada juga yang berpendapat, bahwa ijab kabul sama dengan akad sehingga, kalau terpenuhi prinsip-prinsip kepastian, perkawinan bisa dilakukan jarak jauh.

Sebagai perbandingan, di Mesir, berdasarkan buku laporan pelatihan hakim Indonesia gelombang II di Kairo, 2003, pengertian satu majelis tidak harus duduk dalam satu tempat. Oleh karenanya, ijab kabul melalui telepon dipandang sah bila dapat dipastikan suara yang didengar adalah suara orang yang melakukan ijab kabul. Begitupun apabila ijab kabul dilakukan lewat surat elektronik dibacakan oleh kuasanya yang sah di depan dua orang saksi nikah dan banyak orang.

Adalah Abdurrahman Wahid alias Gus Dur yang pernah melakukan perkawinan jarak jauh. Ia saat itu menempuh studi di Mesir dan saat ijab kabul mewakilkan dirinya kepada orang lain lewat surat kuasa. Saat itu, Gus Dur sebagai mempelai pria diwakili kakeknya dari garis ibu, KH Bisri Syansuri. Dan ini membuktikan bahwa di Indonesia putusan pengadilan mengesahkan perkawinan lewat telepon.

Rifyal yang menyabet gelar master dari Department of Social Sciences, Kairo, Mesir menganalogikan ijab dan kabul perkawinan dengan perdagangan yang menurut Islam juga harus dilakukan dalam satu majelis. “Tapi sekarang jual beli ekspor impor ’kan tidak begitu. Buyer (pembeli, red)-nya di Amerika Serikat, kita di sini. Dan itu di seluruh negara Islam dipandang sah-sah saja,” contoh Rifyal.

Perkawinan jarak jauh khususnya lewat media telepon telah dikukuhkan oleh sebuah putusan pengadilan yaitu putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan No.1751/P/1989.












BAB III

KESIMPULAN

Perkawinan jarak jauh khususnya lewat media telepon telah dikukuhkan oleh sebuah putusan pengadilan yaitu putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan No.1751/P/1989. Penggunaan media komunikasi teleconference dan telepon sebagai sarana yang memungkinkan dan bersifat otentifikasi untuk ijab kabul perkawinan jarak jauh.

Akad nikah atau ijab kabul sama dengan ijab kabul dalam jual beli. Pada prinsipnya sama harus ada ijab dan kabul yang jelas. apabila kedua pihak yang berakad ini tidak berada satu majelis, kemudian melalui bantuan teknologi keduanya dapat dihubungkan dengan sangat meyakinkan, itu dapat ’dihukumi’ satu majelis. Begitu pun dengan perkawinan. Perkawinan sah atau bisa dilakukan jarak jauh, jika terpenuhi dan diketahui prinsip-prinsip kepastiannya.

Menjawab soal ijab kabul, selama dapat diyakinkan bahwa ’suara’ di seberang sana adalah orang yang berkepentingan, maka hal tersebut sah-sah saja. Soal pengertian satu majelis, pengertian satu majelis saat ini tidak bisa disamakan dengan satu majelis zaman nabi.

Akad nikah melalui telepon, Sms, surat, fax, atau sarana lainnya, atau melalui kabar yang dibawa oleh orang yang jujur dan adil yang diyakini kebenarannya dan tidak dapat dipalsukan, dengan terdapat saksi-saksi adil dan jujur minimal dua orang laki-laki, maka ijal kabul itu sah.




Daftar Pustaka



Prof. Dr. H. Satria Efendi M. Zein, MA. Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer. Prenada Media. Jakarta. 2004


Drs. Slamet Abidin. Fiqh Munakahat. CV Pustaka Setia. Bandung. 1999


Mohd, Idris Ramulyo, SH. MH. Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan, Hukum Acara Peradilan Agama Dan Zakat Menurut Hukum Islam. Sinar Grafika, Jakarta. 1995


Prof. H. Hilman Hadi kusuma, SH. Hukum Perkawinan Indonesia. CV Mandar Maju, Bandung. 1995


Mohd, Idris Ramulyo, SH. MH. Hukum Perkawinan Islam. PT Bumi Akasara. Jakarta. 2002


www.hukumonline.com


www.patemanggung.ptasemarang.net


www.lawskripsi.com. Satria Effendi M. Zein


www.adln.lib.unair.ac.id










Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer. Prof. Dr. H. Satria Efendi M. Zein, MA.

www.adln.lib.unair.ac.id


www.lawskripsi.com. Satria Effendi M. Zein

www.patemanggung.ptasemarang.net

Sabtu, 18 April 2009

BALI...

TUGAS ANTROPOLOGI HUKUM
SUKU BALI
NAMA : Humaerak
NIM : 07400275
JURUSAN : Syari’ah
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
MENINJAU SUKU BALI
LATAR BELAKANG
Lokasi
Pulau Bali adalah bagian dari Kepulauan Sunda Kecil sepanjang 153 km dan selebar 112 km sekitar 3,2 km dari Pulau Jawa. Secara astronomis, Bali terletak di 8°25′23″ Lintang Selatan dan 115°14′55″ Lintang Timur yang mebuatnya beriklim tropis seperti bagian Indonesia yang lain.
Kehidupan Sosial
Pulau Bali sangat terkenal di Indonesia bahkan di seluruh dunia karena keindahan panoramanya dan keunikan budayanya yang membuat setiap pelancong baik domestik maupun mancanegara datang berkunjung. Orang Bali sangat ramah dan masyarakatnya mayoritas beragama Hindu. Pembagian kasta sesuai dengan agama Hindu berlaku di Bali, yaitu Brahmana, Ksatria, Wisnu dan Sudra. Masyarakat Bali kebanyakan menganut Kasta Sudra yang mencapai sekitar 90%. Ada tiga tingkatan hubungan sosial di Bali yaitu: hubungan dengan kelas yang lebih tinggi, dengan kelas setingkat dan dengan kelas yang lebih rendah.
Sekaha
Dalam kehidupan kemasyarakatan desa di Bali, ada organisasi-organisasi yang bergerak dalam lapangan kehidupan yang khusus, ialah sekaha. organisasi ini bersifat turun-temurun, tapi ada pula yang bersifat sementara. Ada sekaha yang fungsinya adalah menyelenggarakan hal-hal atau upacara-upacara yang berkenan dengan desa, misalnya sekaha baris (perkumpulan tari baris), sekaha teruna-teruni. Sekaha tersebut sifatnya permanen, tapi ada juga sekaha yang sifatnya sementara, yaitu sekaha yang didirikan berdasarkan atas suatu kebutuhan tertentu, misalnya sekaha memula (perkumpulan menanam), sekaha manyi (perkumpulan menuai), sekaha gong (perkumpulan gamelan) dan lain-lain. sekaha-sekaha di atas biasanya merupakan perkumpulan yang terlepas dari organisasi banjar maupun desa.
Gotong-Royong
Dalam kehidupan berkomuniti dalam masyarakat Bali dikenal sistem gotong royong (nguopin) yang meliputi lapangan-lapangan aktivitet di sawah (seperti menenem, menyiangi, panen dan sebagainya), sekitar rumah tangga (memperbaiki atap rumah, dinding rumah, menggali sumur dan sebagainaya), dalam perayaan-perayaan atau upacara-upacara yang diadakan oleh suatu keluarga, atau dalam peristiwa kecelakaan dan kematian. nguopin antara individu biasanya dilandasi oleh pengertian bahwa bantuan tenaga yang diberikan wajib dibalas dengan bantuan tenaga juga. kecuali nguopin masih ada acara gotong royong antara sekaha dengan sekaha. Cara serupa ini disebut ngedeng (menarik). Misalnya suatu perkumpulan gamelan ditarik untuk ikut serta dalam menyelenggarakan suatu tarian dalam rangka suatu upacara odalan. bentuk yang terakhir adalah kerja bhakti (ngayah) untuk keprluan agama,masyarakat maupun pemerintah.
Gambaran Kehidupan Sosial-Budaya Masyarakat di Pulau Bali Banjar
Merupakan bentuk kesatuan-kesatuan sosial yang didasarkan atas kesatuan wilayah. Kesatuan sosial itu diperkuat oleh kesatuan adat dan upacara-upacara keagaman yang keramat. Didaerah pegunungan, sifat keanggotaan banjar hanya terbatas pada orang yang lahir di wilayah banjar tersebut. Sedangkan didaerah datar, sifat keanggotaannya tidak tertutup dan terbatas kepada orang-orang asli yang lahir di banjar itu. Orang dari wilayah lain atau lahir di wilayah lain dan kebetulan menetap di banjar bersangkutan dipersilakan untuk menjadi anggota(krama banjar) kalau yang bersangkutan menghendaki.
Pusat dari bale banjar adalah bale banjar, dimana warga banjar bertemu pada hari-hari yang tetap. Banjar dikepalai oleh seorang kepala yang disebut kelian banjar. Ia dipilih dengan masa jabatan tertentu oleh warga banjar. Tugasnya tidak hanya menyangkut segala urusan dalam lapangan kehidupan sosial dari banjar sebagai suatu komuniti, tapi juga lapangan kehidupan keagamaan. Kecuali itu ia juga harus memecahkan masalah yang menyangkut adat. Kadang kelian banjar juga mengurus hal-hal yang sifatnya berkaitan dengan administrasi pemerintahan.
Keragaman Nuansa Etnisitas Orang Bali
Suku bangsa Bali merupakan kelompok manusia yang terikat oleh kesadaran akan kesatuan budayanya, kesadaran itu diperkuat oleh adanya bahasa yang sama. Walaupun ada kesadaran tersebut, namun kebudayaan Bali mewujudkan banyak variasi serta perbedaan setempat. Agama Hindhu yang telah lama terintegrasikan ke dalam masyarakat Bali, dirasakan juga sebagai unsur yang memperkuat adanya kesadaran kesatuan tersebut.
Perbedaan pengaruh dari kebudayaan Jawa Hindhu di berbagai daerah di Bali dalam jaman Majapahit dulu, menyebabkan ada dua bentuk masyarakat Bali, yaitu masyarakat Bali - Aga dan masyarakat Bali Majapahit.
Masyarakat Bali Aga kurang sekali mendapat pengaruh dari kebudayaan Jawa - Hindhu dari Majapahit dan mempunyai struktur tersendiri. Orang Bali Aga pada umumnya mendiami desa-desa di daerah pegunungan seperti Sembiran, Cempaga Sidatapa, pedawa, Tiga was, di Kabupaten Buleleng dan desa tenganan Pegringsingan di Kabupaten Karangasem. Orang Bali Majapahit yang pada umumnya diam didaerah-daerah dataran merupakan bagian yang paling besar dari penduduk Bali.
Pulau Bali yang luasnya 5808,8 Km2 dibelah dua oleh suatu pegunungan yang membujur dari barat ke timur, sehingga membentuk dataran yang agak sempit. di sebelah utara., dan dataran yang lebih besar disebelah selatan. Pegunungan tersebut yang sebagian besar masih tertutup oleh hutan rimba, mempunyai arti yang penting dalam pandangan hidup dan kepercayaan penduduk. di wilayah pegunungan itulah terletak Kuil-kuil (pura) yang dianggap suci oleh orang Bali, seperti Pura Pulaki, Pura Batukaru, dan yang terutama sekali Pura Besakih yang terletak di kaki Gunung Agung.
Sedangkan arah membujur dari gunung tersebut telah menyebabkan penunjukan arah yang berbeda untuk orang Bali utara dan Orang Bali selatan. Dalam Bahasa Bali, kaja berarti ke gunung, dan kelod berarti ke laut. Untuk orang Bali Utara kaja berarti selatan, sedangkan untuk orang Bali selatan kaja berarti utara. Sebaliknya kelod untuk orang Bali utara berarti utara, dan untuk orang bali selatan berarti selatan. Perbedaan ini tidak saja tampak dalam penunjukan arah dalam bahasa Bali, tapi juga dalam aspek kesenian dan juga sedikit aspek bahasa. Konsep kaja kelod itu nampak juga dalam kehidupan sehari-hari, dalam upacara agama, letak susunan bangunan-bangunan rumah kuil dan sebagainya.
Bahasa Bali termasuk keluarga bahasa Indonesia. Dilihat dari sudut perbendaharaan kata dan strukturnya, maka bahasa Bali tak jauh berbeda dari bahasa Indonesia lainnya. Peninggalan prasasti zaman kuno menunjukkan adanya adanya suatu bahasa Bali kuno yang berbeda dari bahasa Bali sekarang. Bahasa Bali kuno tersebut disamping banyak mengandung bahsa Sansekerta, pada masa kemudiannya juga terpengaruh oleh bahasa Jawa Kuno dari jaman Majapahit, ialah jaman waktu pengaruh Jawa besar sekali kepada kebudayaan Bali. Bahasa Bali mengenal juga apa yang disebut "perbendaharaan kata-kata hormat", walaupun tidak sebanyak perbendaharaan dalam bahasa Jawa. Bahasa hormat (bahasa halus) dipakai kalau berbicara dengan orang-orang tua atau tinggi. Di Bali juga berkembang kesusasteraan lisan dan tertulis baik dalam bentuik puisi maupun prosa. Disamping itu sampai saat ini di bali didapati juga sejumlah hasil kesusasteraan Jawa Kuno (kawi) dalam bentuk prosa maupun puisi yang dibawa ke Bali tatkala Bali di bawah kekuasaan kerajaan Majapahit.
Bahasa Dan Kesenian
Bali dalam kehidupan sehari – hari menggunakan bahasa Bali dan sasak. Bali mempunyai beraneka ragam seni tari, seperthi tari Legong yang berlatar belakang kisah cinta Raja Lasem, dan tari Kecak adalah tari yang mengisahkan tentang bala tentara monyet Hanoman dan Sugriwa. Lagu – lagu daerahnya pun bermacam – macam seperti mejangeran, Macepet Cepetan, Meyong – Meyong, Ngusak Asik, dan lain – lain. Alat musiknya disebut gamelan Bali. Bali juga mempunyai senjata tradisional, yaitu keris (Kedukan), tombak dan golok.
Rumah adatnya pun bermacam – macam seperti Gapura Candi Bentar, Bali Bengong, Balai Wanikan, Kori Agung, Kori Babetelan. Sedangkan pakaian adatnya adalah untuk pria Bali berupa ikat kepala (Destar) kain songket saput, dan sebilah keris terselip dipinggang belakang, kaum wanitanya memakai dua helai kain songket, Stagen Songket (Merpada), selendang / senteng serta hiasan bunga emas dan kamboja (Subang, Kalung, Gelang) diatas kepala.
Mata Pencaharian
Umumnya mata pencaharian masyarakat Bali dibidang kesenia, sperti seni pahat, lukis, kerajinan dan lain – lain. Tetapi tidak semuanya, ada juga yang bergerak di bidang pertanian dan industri, misalnya perusahaan tenun di Denpasar.
Bali mempunyai potensi sumber daya alam dan manusia yang sangat baik, yang paling menonjol adalah objek wisatanya. Objek wisata tersebut dapat dijadikan sumber devisa (alat pembayaran utang luar negeri), dengan cara menarik sebanyak – banyaknya wisatawan mancanegara. Bukan hanya itu saja, Bali juga mempunyai hutan dan gunung yang bisa digali kekayaan alamnya. Tanahnya pun cukup baik dan subur sehingga bisa dijadikan sebagai lahan pertanian maupun lahan perkebunan, bahkan untuk perindustrian
Agama
Penduduk Bali kira-kira sejumlah 4 juta jiwa, dengan mayoritas 92,3% menganut agama Hindu. Agama lainnya adalah Islam, Protestan, Katolik, dan Buddha. Bali bisa tetap melestarikan adat warisan nenek moyang mereka yang telah berusia ribuan tahun adalah karena mereka menganut agama Hindu Dharma, agama yang sebenarnya tidak dapat dikatakan Agama Hindu jika kita mengasosiasikan Hindu itu dengan agama yang dianut oleh penduduk yang tinggal di wilayah Hindustan alias India.
Sebagian besar masyarakat Bali menganut agama Hindu –Bali, akan tetapi, ada pula sebagian kecil masyarakat Bali yang menganut agama Islam, Kristen, dan katholik. Penganut agama Islam terdapat di Karang Asem, Klungkung, dan Denpasar, sedangkan penganut agama Kristen dan katholik terutama terdapat di Denpasar, Jimbaran dan Singaraja.
Tempat beribadah agama Hindu di berupa pura Besakih, Pura Desa (Kayangan Tiga), Subak dan Seka, kumpulan tari atau semacam sanggar tari, serta tempat pemujaan leluhur dari klen – klen besar. Ada juga yang di sebut Sanggah yang merupakan tempat pemujaan leluhur dari klen kecil serta keluarga luas. Sedangkan kitab suci adalah “Weda” yang bersisi tentang Arman, Karmapala, Punarbawa, dan Moksa.Di Bali ada seorang pemimpin agama yang bertugas melaksanakan upacara keagamaan, terutama upaca besar adalah orang yang dilantik menjadi pendeta yang umumnya disebut “Sulingih” tetapi tidak semua pendeta disebut Sulingih, misalnya “Pedanda” untuk pendeta dari kasta Brahmana baik yang beraliran Siwa maupun Budha, atau “Resi” untyuk pendeta dari kalangan Satria.
Soal daya tarik ritual keagamaan dan adat, sebenarnya selain Bali setiap daerah di Indonesia juga memiliki ritual adat dan budaya yang sangat menarik, seperti
BUDAYA HUKUM MASYARAKAT
Perkawinan
Perkawinan adat di Bali bersifat endogami klen. Menurut adat lama yang dipengaruhi oleh sistim klen dan kasta, orang – orang seklen (tunggal kawitan, tunggal dadia, tunggal sanggah) setingkat kedudukannya dalam adat, agama, dan kasta. Dahulu, jika terjadi perkawinan campuran, wanita akan dinyatakan keluar dari dadia. Secara fisik, suami istri akan dihukum buang (Maselong) untuk beberapa lama ketempat yang jauh dari tempat asalnya. Sekarang hukuman itu tidak dijalankan lagi. Perkawinan antar kasta sudah relatif banyak dilakukan Struktur Dadia berbeda – beda. Di desa – desa dan pegunungan, orang – orang dari tunggal dadia yang telah memencar karena hidup neolokal, tidak lagi mendirikan tempat pemujaan leluhur di masing – masing tempat kediamannya, di desa – desa tanah datar, orang – orang dari tunggal dadia yang hidup neolokal wajib mendirikan tempat pemujaan di masing – masing tempat kediamannya, tempat pemujaan tersebut disebut Kemulan Taksu. Disamping itu, ada lagi kelompok kerabat yang disebut klen besar yang melengkapi beberapa kerabat tunggal dadia (sanggah). Mereka memuja kuil yang sama disebut kuil (pura) Pabian atau Panti.
Pasangan suami istri memilih adat uxorilokal karena alasannya. garis keturunan diperhitungkan secara patrilineal. garis keturunan diperhitungkan secara matrilineal. garis keturunan diperhitungkan secara bilateral. hak waris jatuh ketangan anak laki-laki saja. mereka berhak atas dadia klan suami.
Perkawinan yang dianggap mendatangkan bencana bagi masyarakat Bali yaitu perkawinan antara saudara perempuan suami dengan saudara laki-laki istri dalam bahasa Bali disebut bridge exchange, panes, memadik, makadengan ngad, maselong
Perkawinan pantang yang dianggap melanggar norma kesusilaan sehingga merupalan sumbang yang besar (incest) dinamakan makadengan ngad, maselong, memadik, merangkat, agamiageman.
Kelahiran
Bali yang memiliki ritual kelahiran dan kematian, daerah lainpun begitu, Gayo suku saya misalnya.
Seperti Bali yang punya ritual khusus saat pemberian nama Bayi yang dinamakan upacara 'telu bulanan' , kamipun di Gayo memiliki ritual semacam itu, 'Turun Mani' namanya, seperti di Bali, bayi dipercaya lemah dan rawan terserang roh jahat saat baru lahir, karena itu sebelum si Bayi dianggap cukup kuat Bayi dilarang untuk dibawa keluar rumah. Dulu saat saya masih kecil kepercayaan seperti ini masih hidup di Gayo. Ritual 'turun mani' seperti sering disaksikan di kampung Isaq. Bedanya jika di Bali bayi baru boleh keluar rumah saat sudah berumur 105 hari, maka di kampung Isaq cukup 7 hari saja.
Seperti ritual 'telu bulanan' di Bali yang sangat menarik buat disaksikan, ritual 'turun mani' juga menarik. 'Turun Mani' secara harfiah bisa diartikan turun untuk dimandikan, dan dulu, Bayi berumur 7 hari itu dimandikan di sungai.
Sebenarnya dibandingkan menggunakan bahasa Melayu, untuk menyebut kata 'dulu', dalam bahasa Gayo lebih detail dan presisi tidak seperti dalam bahasa Melayu yang kita pakai dalam berkomunikasi ini, dimana makna kata 'dulu' terlalu luas dan kurang bisa diandalkan untuk menjelaskan rentang waktu. Dalam bahasa Gayo kata 'dulu' dibagi tiga :
1. Ini artinya 'dulu' dalam waktu yang tidak terlalu lama, biasanya masih dalam tahun yang sama
2. Tengaha atau Tengahna artinya 'dulu' dalam waktu yang agak lama, beberapa tahun atau puluh tahun yang lalu dan
3. Pudaha atau Pudahna artinya 'dulu' dalam pengertian beberapa generasi yang lalu.'dulu' adalah Tengaha atau kadang juga disebut Tengahna, tergantung selera si pengucap.
Ide 'turun mani' dalam budaya Gayo adalah untuk memperkenalkan realitas dunia nyata kepada bayi yang baru lahir. Dalam acara ritual 'turun mani' ada dua hal yang akan diperkenalkan kepada bayi. Pertama memperkenalkan Bayi pada empat unsur (angin, air, api dan tanah) dan membiasakan bayi terhadap rasa dingin dan suara bising.
'Tengaha' dan juga 'Pudaha', dalam setiap ritual 'turun mani' selalu kaum wanitalah yang berperan penting dalam ritual itu. Biasanya dalam ritual turun mani ada tiga wanita yang berperan penting dalam prosesi ditambah beberapa orang wanita lain yang bertugas memainkan alat musik. Perempuan pertama bertugas untuk melaksanakan setiap prosesi ritual 'turun mani' biasanya adalah keluarga dekat yang sudah agak berumur yang juga tinggal di kampung yang sama dengan si bayi. Wanita kedua bertugas menggendong bayi yang sedang di 'turun mani'kan (iturun manin dalam bahasa Gayo), membuai si Bayi dalam gendongannya sepanjang ritual 'turun mani'. Wanita ketiga bertugas membawa beras yang nantinya akan diberikan kepada wanita yang menggendong bayi, sedangkan wanita-wanita lainnya memainkan alat musik berupa canang yang dipukul bertalu-talu selama prosesi 'turun mani'.
'Tengaha', orang menganggap perjalanan membawa bayi dari rumah menuju ke sungai, berpotensi membahayakan keselamatan si bayi. Karena alasan rawannya keselamatan si bayi itulah sejak 7 hari sebelumnya si bayi selalu ditempatkan di dekat ibunya. Tidak jarang dalam rumah yang memiliki bayi yang baru lahir diletakkan beragam jimat untuk menolak roh jahat, jimat-jimat itu digantungkan di setiap penjuru rumah. Sebab itulah perjalanan menuju ke sungai benar-benar harus dipersiapkan dengan baik, karena dalam perjalan itu bayi masih rawan diserang roh jahat maka dari itu persiapan untuk membawa bayi ke sungai harus benar-benar matang.
Ketika akan berangkat, wanita yang bertugas menggendong bayi akan mengambil sejumput kapas lalu menjepitnya dengan alat pembelah pinang yang kami sebut 'kelati' lalu membakarnya. Menurut apa yang dipercaya orang pada saat itu, 'kelati' yang terbuat dari besi itu memberikan unsur logam yang bersifat keras sehingga bisa menahan gangguan roh jahat. Api yang membakar kapas membuat takut roh jahat yang ingin mendekat. Lalu canang yang dipukul bertalu-talu akan menjauhkan roh jahat dari si bayi. Kemudian sepanjang ritual 'turun mani' banyak sekali dipakai tanaman yang kami sebut 'batang teguh'. Dalam kebudayaan kami tanaman ini dipercaya sebagai tanaman pertama yang tumbuh di planet ini. Penggunaan tanaman ini dalam ritual 'turun mani' dipercaya akan menguatkan si bayi. Karena itulah ketika akan keluar dari rumah di depan pintu wanita pertama yang akan melakukan semua prosesi dan wanita kedua yang menggendong bayi sama-sama menginjakkan kakinya ke atas seikat tanaman batang teguh yang diletakkan di depan pintu rumah si bayi. Lalu wanita yang menggendong bayi akan memegang payung untuk melindungi si bayi dari rumah sampai ke tepi sungai.
Setibanya di sungai, para wanita yang terlibat dalam ritual ini menghamparkan tikar berwarna-warni yang terbuat dari sejenis tanaman rawa yang kami sebut 'kertan' di atas batu. Kemudian wanita pertama yang bertugas untuk melaksanakan setiap prosesi ritual 'turun mani' menaburkan beras empat warna dengan bentuk lingkaran di atas selembar daun pisang. Di bagian tengah lingkaran diletakkan empat buah dari apa yang kami sebut 'selensung' yaitu lembaran daun sirih yang dibentuk menjadi bungkusan kecil berisi buah kemiri dan jeruk nipis. Daun pisang tersebut kemudian diangkat ke atas kepala si bayi, wanita pertama kemudian menyebutkan nama roh penunggu sungai lalu memutar daun pisang berisi beras dan 'selengsung' itu dengan arah berlawanan jarum jam di atas kepala si bayi dan menghitung dari satu sampai tujuh. Prosesi ini gunanya untuk menjauhkan si bayi dari segala penyakit dan nasib buruk yang disebabkan oleh empat unsur yang saya sebutkan sebelumnya, dalam bahasa gayo empat unsur itu kami sebut 'anasir opat'.
Nama-nama roh yang disebutkan wanita pertama yang bertugas untuk melaksanakan setiap prosesi ritual 'turun mani' saat melakukan prosesi ini bisa bermacam-macam, tergantung siapa orangnya yang melakukan ritual itu. Kadang dalam ritual ini si wanita pertama menyebutkan nama-nama roh penjaga sungai. Dalam prosesi 'turun mani' yang lain yang disebut adalah nama empat roh yang mewakili empat unsur (anasir opat), satu di hulu, satu di hilir dan masing-masing satu di setiap tepi sungai. Dalam prosesi yang lain yang disebut dalam prosesi itu adalah nama nabi-nabi yang oleh orang kampung saya masa itu dipercaya merupakan penguasa unsur-unsur alam, mereka adalah Nabiolah Nuh penguasa kayu, Nabiolah Yakub penguasa batu, Nabiolah Yati penguasa air dan Nabiolah Kedemat penguasa tanah.
Kemudian daun pisang berisi beras empat warna dan empat 'selensung' itu dihanyutkan di sungai sambil mengatakan pada roh penjaga sungai "Ini anak kami, jangan ganggu dia atau kami akan menjewer kupingmu".
Setelah prosesi itu selesai barulah sekarang giliran si bayi yang menjadi sasaran ritual. Si Wanita pertama mula-mula beberapa kali melumuri tubuh si bayi dengan tepung, lalu juga beberapa kali menyiramnya dengan air jeruk purut dan kemudian dengan air sungai. Lalu wanita itu akan membelah buah kelapa di atas kepala si bayi maksud ritual ini supaya nantinya si bayi tidak takut mendengar suara petir, lalu membiarkan air kelapa membasahi wajah si bayi, maksud ritual ini supaya nantinya si bayi nantinya tidak takut pada hujan. Kemudian si wanita pertama tadi memegang cermin di depan wajah si bayi, maksudnya untuk menunjukkan kepada si bayi NUR nya sendiri. Di Gayo pada masa itu (dan sekarangpun diantara beberapa orang tua di kampung-kampung) kami percaya bahwa manusia itu berasal dari NUR Allah dan NUR Muhammad. Cermin juga masa itu dipercaya akan memantulkan empat warna yang membentuk tubuh si bayi. Cermin yang diletakkan di depan wajah si bayi juga berguna untuk memberi kesempatan kepada empat unsur (anasir opat) dalam tubuh si bayi untuk melihat seperti apa rupa makhluk baru ini, supaya keempat unsur itu tahu bahwa makhluk baru ini adalah manusia dan karenanya harus dilindungi. 'Pudaha' sebelum ada cermin, dalam prosesi ini bayi dipegang menghadap ke air sungai supaya dia bisa melihat pantulan bayangannya.
Acara 'turun mani' ini diakhiri dengan prosesi si wanita pertama yang bertindak mewakili ibu si bayi memberikan sejumlah beras yang tadinya dibawa oleh wanita ketiga kepada wanita kedua yang selama prosesi 'turun mani' menggendong si bayi, beras yang diberikan ini kadang juga ditambahi dengan gula dan kelapa. Maksud pemberian ini adalah untuk memisahkan si bayi secara spiritual dari si wanita yang menggendongnya sepanjang ritual 'turun mani'. Pemberian ini adalah sebagai kompensasi atas resiko yang ditanggung si wanita penggendong selama prosesi 'turun mani' dan yang paling penting adalah untuk memisahkan si bayi dari resiko serangan roh jahat yang bisa jadi harus dihadapi oleh wanita yang menggendongnya tadi karena telah melindungi si bayi selama ritual 'turun mani' itu.
Begitulah prosesi 'turun mani' di tempat kami yang terjadi 'TENGAHA', berbeda dengan di Bali yang prosesi 'telu bulanan' tetap bisa kita saksikan sekarang bahkan juga sampai nanti. Prosesi 'turun mani', sekarang sudah punah dan tidak dapat lagi kita temui di Tanoh Gayo. Penyebabnya adalah Agama.
Jika di Bali adat adalah unsur yang dominan dalam relasi antara adat dan agama sehingga agama Hindu yang diimpor dari India ketika berhadapan dengan adat Bali, prakteknya dibuat mengikuti adat Bali yang sudah lebih dulu eksis. Sebaliknya dengan di Gayo dalam relasi antara adat dan agama, di daerah kami agamalah yang lebih dominan. Sehingga di Gayo adat hanya bisa dijalankan sejauh jika adat itu tidak bertentangan dengan Islam, agama yang kami anut.
'Tengaha' ritual 'turun mani' bisa ada, karena pada zaman itu transformasi ide-ide agama kepada warga kampung saya belum begitu mudah seperti sekarang. Saat itu buku masih jadi barang langka, televisi belum ada, informasi agama yang sampai ke warga kampung saya pada masa itu banyak bercampur atau diinterpretasikan oleh warga kampung saya dengan cara pandang kepercayaan pra Islam yang sebelumnya dianut oleh nenek moyang kami.
Interpretasi Ide Islam berdasarkan cara pandang kepercayaan lama ini contohnya adalah seperti penyebutan nama-nama nabi penguasa empat unsur dalam prosesi 'turun mani' seperti yang saya ceritakan tadi. Ide tentang nabi penguasa empat unsur itu adalah hasil interpretasi orang Gayo 'Pudaha' atas ide-ide Islam tentang nabi-nabi Allah. Ketika menerima Ide-ide itu nenek moyang kami, orang Gayo 'Pudaha' yang alam pikirannya masih belum sepenuhnya lepas dari kepercayaan lama, lalu 'mengislamkan' ide-ide kepercayaan lama yang mereka anut dengan mengganti nama roh-roh yang dipercaya menguasai alam dengan mengganti namanya dengan nama nabi-nabi Islam. Dalam proses 'pengislaman' ide ini bahkan terkadang nama nabinyapun tidak kita temui dalam literatur Islam yang asli. Contohnya bisa dilihat dari nama-nama nabi penguasa empat unsur yang saya sebutkan di atas, di sana ada nama Nabiolah Yati dan Nabiolah Kedemat yang tidak kita temui dalam literatur Islam yang berasal dari Timur Tengah.
Kematian
Tujuan upacara pembakaran mayat di Bali dipandang dari sosial religius adalah untuk tatacara agama dan menjaga roh leluhur, menolak bencana dan menghormati roh leluhur, prosesi kematian dan menghormati roh leluhur, melestarikan adat dan penghematan tempat, menghormati arwah dan menjaga martabat keluarga.
WARIS
Pada umumnya Bali tidak menghendaki terjadinya putus perkawinan karena kematian, apalagi karena perceraian, oleh karena putusnya perkawinan itu berakibat keluarnya seseorang dari kedudukannya sebagai karma adapt banjar. Kemudian putusnya perkawinan akan berakibat terpisahnya kembali kedudukan harta perkawinan yang telah menjadi harta milik bersama suami-istri, yang terdiri dari harta bawaan masing-masing terutama bawaan istri (harta tetatadan), harta yang diperoleh selama ikatan perkawinan (guna kaya) dan juga menyangkut harta pustaka turun temurun. Pada dasarnya jika terjadi putus perkawinan , maka harta guna kaya dapat dibagi berimbang antara suami dan istri, harta tetatadan kembali keasal masing-masing dan harta pusaka tetap dibawah kekuasaan keluarga pihak suami. Pengertian dibagi berimbang mengenai guna kaya dapat berlaku dibagi sama atau bagian suami lebih banyak dari bagian istri, karena aktifitas suami dalam mengumpulkan harta itu lebih besar, sedangkan istri hanya mengurus rumah tangga saja.
Apabila putus perkawinan karena istri wafat lbihdulu maka semua harta perkawinan dikuasai dan dimiliki oleh suami sepenuhnya. Jadi suami adalah waris dari harta guna kaya istri yang wafat, dan keluarga orang tua istri tidak berhak menuntut bagian dari harta tersebut, oleh karena ketika perkawinan dilaksanakan istri telah melepas kan keanggotaannya dari kerabat orang tuanya dan masuk dalam kekerabatan suaminya.tetapi jika suami yang wafat lebih dulu dari istri, maka istri inginkembali pada keluarga orang tuanya ia berhak atas sebagian harta guna kaya yang diperuntukkan baginya. Jadi janda bukan waris dari suaminya, apalagi jika janda itu tidak mempunyai anak dengan almarhum suaminya, kemudian melakukan hubungan diluar kawin dengan lelaki lain hingga mempunyai anak, maka janda tidak berhak menguasai harta peninggalan suaminya (putusan M.A.1/12-1976 NO.588 K/Sip/1974)
Apabila janda mempunyai anak dalam perkawinan nya dengan almarhum suaminya , maka semua harta peninggalan suami adalah warisan bagi anak-anaknya yang selama janda itu berada dipihak suami dan anak-anaknya, maka ia berhak untuk menguasai harta peninggalan itu untuk kepentingan hidupnya dan anak-anaknya, tetapi apabila ia kembali ketempat keluarga asalnya maka ia hanya berhak atas harta tetatadan yang dibawanya ketika perkawinan dan sebagian guna kaya yang diperuntukkan baginya, dalam hal ini anak-anaknya tidak boleh menggugat, apalagi terhadap harta tetatadan, oleh karena fungsi harta bawaan itu baginya bersifat magis religius untuk digunakan dalam pengabenan apabila ia wafat.
Pemerintahan
Propinsi Bali terdiri dari 8 Kabupaten (Jembrana, Tabanan, Badung, Gianyar, Klungkung, Bangli, Karangasem, Buleleng) ditambah satu kota madya yaitu Denpasar, 51 kecamatan, 658 desa, 3.568 banjar dinas. Propinsi Bali dipimpin oleh seorang Gubernur sedangkan kabupaten dipimpin oleh seorang Bupati dan kota madya dipimpin oleh seorang walikota. Menurut data statistik tahun 1997, di Bali terdapat 644 LKMD sedangkan di bidang pertahanan dan keamanan jumlah personil Hansip 37.236.
Dari segi pemerintahan desa (perbekelan) sistem pemerintahan adat banjar ini seringkali menimbulkan kelemahan, dikarenakan aktivitasnya yang lebih banyak dipengaruhi unsur-unsur kekerabatan, kasta atau kelas masyarakat atau juga karena tingkaat pendidikan dan pengauh orrganisasi dari luar. Antara lain ialah banjar dijadikan tempat arena persaingan dan perebutan pengaruh, kekuasaan dan kekayaan diantara sesame mereka, sehingga adakalanya kurang memperhatikan pada pemerintahan atasan seperti pernah nampak di desa Tihingan dimasa orde lama. Dalam Banjar yang masyarakatny terdiri dsari berbagai golongan jaba, maka lebih nampak terjadinya persaingan diantara orang jaba dari padsa antara orang jaba dengan triwangsa.
Selain kesatuan warga adat Banjar (karma banjar) yang merupakan kesatuan warga tanah kering. Dipimpin oleh tua-tua adapt Banjar (klian Banjar) yang terdiri dari 5 orang yang dipilih oleh warga banjar untuk masa jabatan adapt selama 5 tahun. Setelah 5 ntsahun para klian banjar digantikan oleh anggota yang lain atas dasar pemilihan dalam masyarakat banjar dengan berpedoman pada turan tertulis (awig-awig) banjar yang tertulis didaun lontar. Kerepatan adat banjar berfungsi dan berperanan sebagai tempat membicarakan masalah hokum adat, harta kekayaan hak milik (kecuali sawah), transaksi harta kekayaan, perkawinan dan perceraian, penyelesaian perselisihan, pelaksanaan sumpah, denda, hukuman badan atau pengusiran dari kewargaan adat banjar dan yang penting adalah membicarakan masalah pembangunan banjar dengan banjar-banjar yang lain.
Kekuasaan banjar meliputi tugas mengurus upacara-upacara adat, upacara-upacara umum, pekerjaan umum dan ketertiban dan keamanan umum, dimana setiap warga banjar merasa berkewajiban untuk melakukan jam malam daqn wajib bertindaqk mengatasi bahaya kebakaran dan gangguan keamanan lainnya. Sehubungan dengan itu banjar sebagai kesatuan bertanggung jawab merawat, memperbaiki pure-pure tempat pemujaan cakal bakal desa, orang-orang yang sudah mati, dan tempat upacara yang dilakukan dalam setiap 210 hari. Begitu pula pengurusan terhadap bangunan-bangunan tempat penyimpanan patung-patung dewa, kuburan, tempat berdagang dipasar, sekolah-sekolah desa, jala desa dan sebagainya. Untuk pengurusan tersebut banjar berusaha menghimpun dana (kas banjar) yang didapat dari hasil gotong royong warga dan kegiatan usaha banjar dalam bidang kesenian dan lain sebagainya.
Masyarakat Bali juga termasuk dalam kesatuan-kesatuan warga adat subak (krama subak) yaitu kesatuan warga tanah basah. Klian subak dipilih oleh para karma subak selaku pemilik sawah tanpa dibedaskan banyak sedikitnya tanah yang dimilikinya . kegiatan subak cenderung pada kepentingan social ekonomi para anggotanya. Klian subak dibantu oleh beberapa klian tempek sebagai petuga sadministrasi yang kedudukannya juga berdasarkan pemilihan warga subak.dibawah para klian tempek terdapat banyak pekaseh atau seka yeh yaitu para anggota kelompok pengairan yang bertugas mengatur pembagian air, memelihara dan memperbaiki saluran-saluran air dan menjaga keamanan persawahan.

TUGAZZ

TUGAS HUKUM DAGANG
Perusahaan yang Pernah Melanggar UU Monopoli, yang Sampai Mendapat Sanksi oleh Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
NAMA : Humaerak
NIM : 07120010
JURUSAN : Syari’ah
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
Perusahaan yang Pernah Melanggar UU Monopoli, yang Sampai Mendapat Sanksi oleh Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
A. Pengantar
Istilah persekongkolan di semua kegiatan masyarakat hampir selalu berkonotasi negatif. Pandangan ini disebabkan, bahwa pada hakekatnya persekongkolan atau konspirasi bertentangan dengan keadilan, karena tidak memberikan kesempatan yang sama kepada seluruh penawar untuk mendapatkan obyek barang dan/atau jasa yang ditawarkan penyelenggara. Akibat adanya persekongkolan tender, penawar yang mempunyai iktikad baik menjadi terhambat untuk masuk pasar, dan akibat lebih jauh adalah terciptanya harga yang tidak kompetitif.
Persekongkolan penawaran tender (bid rigging) termasuk salah satu perbuatan yang dianggap merugikan negara, karena terdapat unsur manipulasi harga penawaran, dan cenderung menguntungkan pihak yang terlibat dalam persekongkolan. Bahkan di Jepang, persekongkolan penawaran tender dan kartel dianggap merupakan tindakan yang secara serius memberikan pengaruh negatif bagi ekonomi nasional. Bid rigging dalam industri konstruksi merupakan salah satu akar penyebab korupsi di kalangan kaum politikus dan pejabat negara. Hal ini akan mengakibatkan kerugian, karena masyarakat pembayar pajak harus membayar beban biaya konstruksi yang tinggi. Demikian pula di Indonesia, persekongkolan tender mengakibatkan kegiatan pembangunan yang berasal dari dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dikeluarkan secara tidak bertanggung jawab, dan pemenang tender yang bersekongkol mendapatkan keuntungan jauh di atas harga normal, namun kerugian tersebut dibebankan kepada masyarakat luas.
Sehubungan dengan hal itu, pemerintah Indonesia saat ini berusaha mewujudkan penyelenggaraan negara yang bersih, sebagai upaya mewujudkan sistem pemerintahan yang bebas korupsi, kolusi dan nepotisme, sehingga menimbulkan kewibawaan di sektor lainnya terutama dalam hal penegakan hukum. Salah satu upaya mewujudkan keinginan tersebut, pemerintah menetapkan Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Pembentukan peraturan ini bertujuan agar pengadaan barang/jasa instansi Pemerintah dapat dilaksanakan dengan efektif dan efisien, dengan prinsip persaingan sehat, transparan, terbuka, dan perlakuan yang adil dan layak bagi semua pihak terkait, sehingga hasilnya dapat dipertanggung-jawabkan baik dari segi fisik, keuangan maupun manfaatnya bagi kelancaran tugas Pemerintah dan pelayanan masyarakat.
Pasal 10 Keputusan Presiden tersebut menyatakan, bahwa panitia pengadaan wajib dibentuk untuk semua pengadaan dengan nilai di atas Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah), artinya bahwa semua pengadaan proyek di atas nilai tersebut harus dilakukan melalui penawaran umum. Ketentuan ini menyebabkan banyaknya proyek-proyek yang harus dilakukan dengan cara melakukan penawaran tender, sehingga makin besar pula kemungkinan terjadinya persekongkolan penawaran tender. Mengingat dampak yang ditimbulkan dari tindakan persekongkolan tender sangat signifikan bagi pembagunan ekonomi nasional dan iklim persaingan yang sehat, pengaturan masalah penawaran tender tidak hanya diatur dalam Undang-undang tentang Pengadaan Barang dan/Jasa, tetapi juga diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Larangan persekongkolan tender diatur dalam Hukum Persaingan karena secara prinsipial terdapat empat (4) kategori kegiatan yang dilarang, yakni penetapan harga, pembatasan atas produksi atau pasokan (limitation of production or supply), pembagian wilayah pasar, dan persekongkolan tender (bid rigging).
Pembahasan ini akan menitik-beratkan pada analisis yuridis persekongkolan penawaran tender berdasarkan Hukum Persaingan Usaha, karena berdasarkan laporan yang masuk ke KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha), lebih dari separuh laporan tersebut berkaitan erat dengan persekongkolan penawaran tender. Bahkan tidak jarang perkara yang dihadapi oleh KPPU dapat dikategorikan sebagai kasus korupsi yang melibatkan lembaga maupun oknum pemerintah yang mengakibatkan kerugian negara triliunan rupiah.
B. Mekanisme Persekongkolan Penawaran Tender
Pengertian tender atau lelang diartikan sebagai serangkaian kegiatan untuk menyediakan kebutuhan barang dan/atau jasa yang seimbang dan memenuhi syarat, berdasarkan peraturan tertentu yang ditetapkan oleh pihak terkait. Oleh karena itu, dalam hal ini dikatakan, bahwa tujuan utama pelaksanaan penawaran tender adalah memberikan kesempatan yang seimbang bagi semua penawar, sehingga menghasilkan harga yang paling murah dengan output yang maksimal. Meskipun secara umum diakui, bahwa harga murah bukanlah semata-mata ukuran untuk menentukan kemenangan dalam pengadaan barang dan/jasa, namun melalui mekanisme penawaran tender sedapat mungkin dihindarkan kesempatan untuk melakukan konspirasi di antara para pesaing, atau antara penawar dengan panitia penyelenggara lelang.
Konspirasi atau persekongkolan dalam penawaran umum diartikan sebagai bentuk perjanjian kerjasama di antara para penawar yang seharusnya bersaing, dengan tujuan memenangkan peserta tender tertentu. Perjanjian ini dapat dilakukan oleh satu atau lebih peserta lelang yang setuju untuk tidak mengajukan penawaran, atau oleh para peserta lelang yang menyetujui satu peserta dengan harga yang lebih rendah, dan kemudian melakukan penawaran dengan harga di atas harga perusahaan yang direkayasa sebagai pemenang. Kesepakatan semacam ini bertentangan dengan proses pelelangan yang wajar, karena penawaran umum dirancang untuk menciptakan keadilan dan menjamin dihasilkannya harga yang murah dan paling efisien. Oleh karena itu, persekongkolan dalam penawaran tender dianggap menghalangi terciptanya persaingan yang sehat di kalangan para penawar yang beriktikad baik untuk melakukan usaha di bidang bersangkutan. Berkaitan dengan hal ini, UNCTAD menetapkan, bahwa “Tender kolusif pada dasarnya bersifat anti persaingan, karena dianggap melanggar tujuan penawaran tender yang sesungguhnya, yaitu mendapatkan barang atau jasa dengan harga dan kondisi yang paling menguntungkan pihak penyelenggara.”
Dalam prakteknya terdapat beberapa mekanisme (metode) beroperasinya persekongkolan penawaran tender, antara lain:
1. Tekanan terhadap penawaran (Bid Suppression). Artinya bahwa satu atau lebih penawar setuju untuk menahan diri untuk tidak mengikuti pelelangan, atau menarik penawaran yang telah diajukan sebelumnya, agar penawar lain dapat memenangkan pelelangan itu.
2. Penawaran yang Saling Melengkapi (Complementary Bidding). Yaitu kesepakatan di antara para penawar di mana dua atau lebih penawar setuju terhadap siapa yang akan memenangkan penawaran. Pemenang yang dirancang kemudian mengatakan kepada penawar lain mengenai harga yang direncanakan, sehingga mereka akan melakukan penawaran dengan harga yang lebih tinggi. Sebaliknya, pemenang yang dirancang akan memerintahkan penawar lain untuk menawar di tingkat harga yang ditentukan, sehingga harga penawaran calon pemenang menjadi lebih rendah dari pada pesaing yang lain. Tindakan tersebut menciptakan kesan seolah-olah terdapat persaingan sesungguhnya di antara mereka, sehingga kontraktor yang dirancang berhasil memenangkan tender.
3. Perputaran Penawaran atau Arisan Tender (Bid Rotation).Adalah pola penawaran tender di mana satu dari penawar setuju untuk kembali sebagai penawar yang paling rendah. Dalam hal ini, penawar tender lain (selain pemenang yang sudah ditentukan sebelumnya), secara bersama-sama akan menawar setinggi-tingginya, sebelum sampai pada gilirannya untuk memenangkan tender. Seringkali perputaran (arisan) ini menetapkan adanya jaminan, bahwa mereka akan mendapat giliran untuk memenangkan tender. Kadangkala dalam beberapa pola semacam ini, terdapat perjanjian untuk mengantisipasi, bahwa penawar yang “kalah” dalam tender akan menjadi sub-kontraktor bagi pihak yang dimenangkan.
4. Pembagian Pasar (Market Division). Adalah pola penawaran tender yang terdiri dari beberapa cara untuk memenangkan tender melalui pembagian pasar. Melalui metode ini, para penawar dapat merancang wilayah geografis maupun pelanggan tertentu, sehingga jika terdapat kontrak di wilayah tertentu, seluruh penawar sudah mengetahui penawar mana yang akan memenangkan tender.
Dalam semua pola penawaran tersebut di atas, pemenang tender, atau penawar yang lebih murah, dapat mengamankan kesepakatannya melalui pembayaran langsung terhadap para penawar lainnya. Pembayaran tersebut dapat berujud pembayaran sejumlah uang atau melakukan perjanjian sub-kontraktor dengan penawar yang kalah. Namun demikian, tindakan ini sangat beresiko, karena bagaimanapun juga perjanjian tersebut adalah ilegal. Melalui aktivitas tersebut, kontraktor dapat dianggap menghambat atau melarang sub-kontraktor menjual jasanya secara langsung kepada pemerintah, di mana hal ini bertentangan dengan hukum. Segala macam komisi yang terkandung di dalam transaksi antara kontraktor dan sub-kontraktor dianggap sebagai pelanggaran hukum.
Berbagai pola persekongkolan penawaran tender tersebut di atas akan lebih mudah dilakukan dalam kegiatan usaha tertentu yang memiliki fasilitas kartel. Pendapat ini didasarkan pada beberapa alasan, antara lain, pertama, struktur pasar kartel menyediakan kesempatan bagi perusahaan-perusahaan untuk berkomunikasi satu sama lain. Dalam hal ini, terdapat pula kemudahan bagi perusahaan-perusahaan untuk membuat perjanjian, misalnya di mana industri-industri memiliki fasilitas melakukan pertemuan melalui asosiasi, dan memiliki sebuah forum yang dapat dipakai untuk menutupi kegiatan pertemuan mereka. Pemerintah kadangkala memberikan fasilitas tersebut melalui pertemuan pra lelang (prebid meetings).
Kedua, pasar bersifat sedemikian rupa sehingga perusahaan-perusahaan dapat mendeteksi kegagalan dalam mematuhi suatu kesepakatan, karena ketidak-patuhan dianggap sebagai penipuan. Cara yang paling sederhana bagi perusahaan untuk mendeteksi adanya penipuan adalah dengan menghadiri pembukaan lelang. Sebagian besar lelang umumnya bersifat terbuka bagi publik, sehingga para pihak yang bersaing dapat mengetahui jika terdapat anggota konspirasi yang ternyata memberikan penawaran harga lebih rendah dari pada harga yang telah disepakati sebelumnya. Kemampuan untuk mendeteksi adanya penipuan itu cukup penting guna mendeteksi keberhasilan suatu kartel. Segala hal yang memudahkan untuk mendeteksi secara cepat adanya perusahaan yang menipu akan dapat meningkatkan wibawa kartel.
Ketiga, kartel harus dapat menghukum perusahaan yang melakukan penipuan. Sebagai contoh misalnya, sebuah perusahaan yang melakukan penipuan akan dipecat keanggotaannya dalam kartel, sehingga para anggota kartel dapat melakukan penawaran yang lebih rendah dari anggota yang dikeluarkan guna menghukum atau membangkrutkan perusahaan yang melakukan penipuan tersebut. Cara lainnya adalah, para anggota kartel dapat mempengaruhi para sub-kontraktor dan para pemasok agar menolak untuk bertransaksi dengan perusahaan penipu, agar perusahaan tersebut tidak mampu memenuhi kewajiban dalam perjanjian.
Keempat, perjanjian lebih mudah untuk dilanggar jika kesepakatan tersebut hanya menyangkut satu masalah tertentu, misalnya mengenai harga. Jika undangan lelang mengandung berbagai macam faktor selain harga, maka kartel harus dapat meyakinkan para anggotanya untuk menyepakati keseragaman faktor-faktor tersebut. Jika tidak, maka pemenang yang dirancang, yang menawar dengan harga terendah, dapat dikalahkan penawar lain didasarkan atas faktor-faktor lain selain harga, misalnya mutu atau kualitas barang dan/atau jasa yang ditawarkan.
Dari uraian tersebut di atas, maka perlu dilakukan peraturan yang menjamin keterbukaan dan keadilan, artinya bahwa tender harus dilakukan secara umum, persyaratan yang jelas dan tidak bersifat diskriminatif terhadap para penawar. Berkaitan dengan hal ini, diperlukan juga kejujuran pihak penyelenggara dalam melakukan pelelangan, sehingga tidak terjadi konspirasi antara panitia dan penawar. Demikian pula perlu pencegahan ikut sertanya kartel dalam suatu penawaran, karena hal ini berakibat pelelangan tidak akan berjalan secara wajar dan adil.
C. Pengaturan Persekongkolan Penawaran Tender di Beberapa Negara Asia
Uraian di atas menunjukkan, bahwa dampak persekongkolan tender mengakibatkan kerugian yang signifikan, baik terhadap pelaku usaha pesaing maupun kepada masyarakat secara luas. Oleh karena itu, hampir semua negara menganggap perlu melarang tegas aktivitas tersebut. Bahkan, sudah sejak lama menganggap perjanjian di antara para penawar untuk tidak bersaing sebagai tindakan curang (fraudulent). Namun demikian, dalam perkembangannya tidak mudah bagi lembaga pengawas persaingan maupun pengadilan untuk menetapkan aktivitas tertentu sebagai persekongkolan tender (bid rigging).
Larangan persekongkolan tender diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 1999. Istilah persekongkolan atau konspirasi usaha diartikan sebagai “bentuk kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud untuk menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol.” Pemahaman ini agak berbeda dengan pengertian persekongkolan tender dalam UU Nomor 5 Tahun 1999 Pasal 22 yang menyatakan, bahwa “pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.” Perbedaan tersebut adalah, bahwa Pasal 22 mencantumkan adanya pihak lain selain pelaku usaha dalam persekongkolan.
Berdasarkan ketentuan Pasal 22 tersebut, dapat dikatakan bahwa ketentuan tentang persekongkolan tender terdiri atas beberapa unsur, yakni unsur pelaku usaha, bersekongkol, adanya pihak lain, mengatur dan menentukan pemenang tender, serta persaingan usaha tidak sehat. Istilah “pelaku usaha” diatur dalam Pasal 1 angka 5 UU Nomor 5 Tahun 1999. Adapun istilah “bersekongkol” diartikan sebagai kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pihak lain atas inisiatif siapapun dan dengan cara apapun dalam upaya memenangkan peserta tender tertentu. Di samping itu, unsur “bersekongkol” dapat pula berupa:
kerjasama antara dua pihak atau lebih;
secara terang-terangan maupun diam-diam melakukan tindakan penyesuaian dokumen dengan peserta lainnya;
membandingkan dokumen tender sebelum penyerahan;
menciptakan persaingan semu;
menyetujui dan atau memfasilitasi terjadinya persekongkolan;
tidak menolak melakukan suatu tindakan meskipun mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk mengatur dalam rangka memenangkan peserta tender tertentu;
pemberian kesempatan eksklusif oleh penyelenggara tender atau pihak terkait secara langsung maupun tidak langsung kepada pelaku usaha yang mengikuti tender, dengan cara melawan hukum.
Kerjasama antara dua pihak atau lebih dengan diam-diam biasanya dilakukan secara lisan, sehingga membutuhkan pengalaman dari lembaga pengawas persaingan guna membuktikan adanya kesepakatan yang dilakukan secara diam-diam. Dalam penawaran tender yang dikuasai oleh kartel akan semakin mempersulit upaya penyelidikan ini, kecuali terdapat anggota yang “berkhianat” membongkar adanya persekongkolan tersebut.
Adanya unsur “pihak lain” menunjukkan bahwa persekongkolan selalu melibatkan lebih dari satu pelaku usaha. Pengertian pihak lain dalam hal ini meliputi para pihak yang terlibat, baik secara horisontal maupun vertikal dalam proses penawaran tender. Pola pertama adalah persekongkolan horisontal, yakni tindakan kerjasama yang dilakukan oleh para penawar tender, misalnya mengupayakan agar salah satu pihak ditentukan sebagai pemenang dengan cara bertukar informasi harga serta menaikkan atau menurunkan harga penawaran. Dalam kerjasama semacam ini, pihak yang kalah diperjanjikan akan mendapatkan sub kontraktor dari pihak yang menang.
Sebagai contoh persekongkolan horisontal adalah kasus yang melibatkan beberapa perusahaan yang beroperasi di bidang pengadaan jasa konstruksi minyak bumi. Perkara ini berawal dari penawaran tender pengadaan pipa casing dan tubing yang dilakukan oleh perusahaan tersebut dengan menetapkan persyaratan baru, sehingga tidak semua peserta tender yang biasanya dapat ikut serta dalam penawaran memenuhi persyaratan.[19] Persyaratan tersebut antara lain mengharuskan para penawar (bidders) memiliki semua items, yang terdiri dari high grade dan low grade, padahal tidak semua penawar memiliki kedua fasilitas tersebut, sehingga penawar yang memenuhi persyaratan hanya mengarah pada dua perusahaan besar, meskipun pada akhirnya salah satu dari kedua perusahaan mengundurkan diri sebagai penawar.
Berkaitan dengan hal ini, perusahaan minyak bumi sebagai pelaksana tender (PT-CPI) mengemukakan alasan, bahwa persyaratan itu merupakan kebijakan untuk melakukan efisiensi secara menyeluruh, guna menekan tingkat persediaan (inventory level), biaya pengadaan (procurement cost), dan lamanya pengadaan (cycle time) barang.
Proses penawaran tersebut tetap dilaksanakan, karena pihak yang tidak memiliki fasilitas lengkap tetap dapat melakukan penawaran dengan persyaratan, bahwa mereka harus mendapatkan supporting letter dari perusahaan yang memenuhi persyaratan lengkap. Namun adanya persyaratan ini dimanfaatkan oleh mereka untuk melakukan kerjasama, dengan cara melakukan pertemuan rahasia dengan agenda saling bertukar informasi, yakni di satu sisi penawar harus menunjukkan harga penawaran agar mendapatkan supporting letter dari penawar yang memiliki fasilitas lengkap. Tindakan ini bertentangan dengan Pasal 22 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999, yakni ketentuan tentang persekongkolan, sehingga KPPU memerintahkan PT-CPI untuk menghentikan kegiatan tersebut.
Pola yang kedua adalah persekongkolan tender secara vertikal, artinya bahwa kerjasama tersebut dilakukan antara penawar dengan panitia pelaksana tender. Dalam hal ini, biasanya panitia memberikan berbagai kemudahan atas persyaratan-persyaratan bagi seorang penawar, sehingga dia dapat memenangkan penawaran tersebut. Kasus seperti ini pernah terjadi dalam perkara penawaran tender pengadaan sapi bakalan kereman yang dilaksanakan Dinas Peternakan Pemerintah Propinsi Jawa Timur. Perkara mengenai pengadaan sapi bakalan kereman impor yang melibatkan Koperasi Pribumi Indonesia (KOPI), didasarkan pada Putusan Nomor 7/KPPU-LI/2001 adalah bermula dari pengumuman tender secara terbuka di berbagai media massa oleh panitia penyelenggara. Sejak awal pendaftaran sampai diputuskannya pemenang tender, panitia telah mengisyaratkan bahwa proyek tersebut dimenangkan oleh KOPI. Rekayasa tersebut terlihat dari beberapa cara, antara lain membolehkan KOPI mengikuti pelelangan meskipun tidak memiliki Tanda Daftar Rekanan (TDR), tidak memenuhi persyaratan administratif maupun syarat lainnya, seperti pengalaman impor sapi dari Australia, dan keterlambatan kehadiran KOPI pada saat berlangsungnya penawaran. Meskipun tidak memenuhi persyaratan tersebut, KOPI bersama-sama dengan Pejabat Dinas Peternakan dan beberapa anggota DPRD melakukan perjalanan ke Australia, untuk melakukan survey atas kondisi sapi yang akan diimpor ke Indonesia. Pada akhirnya, panitia menunjuk KOPI sebagai pelaksana dari proyek pengadaan sapi impor tersebut, meskipun koperasi tersebut tidak memenuhi persyaratan RKS (Rencana Kerja dan Syarat-syarat) pada penawaran lelang terdahulu, seperti pemilikan kandang berkapasitas 5000 ekor sapi, pengalaman impor sapi dan sebagainya.
Penunjukan ini dilakukan hanya berdasarkan rapat di antara panitia lelang, Satuan Petugas (Satgas), dan Kepala Dinas Peternakan. Mereka melakukan penunjukan langsung melalui Negosiasi Harga dan Teknis, yang isinya antara lain mengesampingkan persyaratan administrasi maupun teknis. Semua fakta yang disertai dengan bukti-bukti yang mendukung di atas mengarah pada terjadinya persekongkolan yang didasarkan Pasal 22 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Pola ketiga adalah persekongkolan horisontal dan vertikal, yakni persekongkolan antara panitia tender atau panitia lelang atau pengguna barang dan jasa atau pemilik atau pemberi pekerjaan dengan pelaku usaha atau penyedia barang dan jasa. Persekongkolan ini dapat melibatkan dua atau tiga pihak yang terkait dalam proses tender, misalnya tender fiktif yang melibatkan panitia, pemberi pekerjaan, dan pelaku usaha yang melakukan penawaran secara tertutup.
Prosedur Penegakan Hukum dalam Persekongkolan Tender
Pemeriksaan perkara persekongkolan tender oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) diawali dari adanya laporan (dari masyarakat maupun pelaku usaha lain) atau inisiatif lembaga ini. Laporan ini didasarkan adanya indikasi terjadinya persekongkolan tender. Adanya indikasi tersebut merupakan dasar dilakukannya pemeriksaan pendahuluan. Dalam tahap ini, Majelis Komisi dapat memanggil pelapor dan/atau terlapor untuk dimintai keterangannya. Jika Majelis memiliki dugaan kuat terjadinya persekongkolan tender, pemeriksaan dilanjutkan pada pemeriksaan lanjutan. Sepanjang masa pemeriksaan lanjutan, Majelis Komisi dapat memutuskan telah terjadi atau tidak terjadi persekongkolan tender. Putusan dibacakan dalam sidang terbuka yang terbuka untuk umum dan segera diberitahukan kepada pelaku usaha. Apabila tidak terdapat keberatan, putusan Komisi telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dan dapat dimintakan penetapan eksekusi kepada Pengadilan Negeri.
Sampai saat ini di Indonesia terdapat tiga perkara persekongkolan tender ke tingkat pengadilan, bahkan dua di antaranya telah diputuskan oleh Mahkamah Agung, yakni penjualan saham PT Indomobil dan penjualan kapal VLCC milik PT Pertamina (Persero). Perkara pertama, adalah berkaitan dengan penjualan saham PT Indomobil Sukses Indonesia (PT IMSI). Perkara ini berawal dari inisiatif KPPU yang menilai adanya kejanggalan dalam proses tender penjualan saham PT IMSI, antara lain, harga yang dianggap terlalu rendah, jangka waktu pelaksanaan tender yang singkat, jumlah peserta tender amat terbatas, dan adanya pelanggaran prosedur pelelangan. Oleh karena itu, berdasarkan Pasal 36 (b) dan Pasal 40 UU Nomor 5 Tahun 1999, KPPU berwenang melakukan penelitian dan pemeriksaan tentang dugaan adanya kegiatan usaha atau pelaku usaha, yang dapat mengakibatkan terjadinya pelanggaran Undang-undang, tanpa adanya laporan dari masyarakat.
Perkara ini melibatkan sepuluh pelaku usaha yang diduga melakukan pelanggaran terhadap Pasal 22 UU Nomor 5 Tahun 1999. Tindakan yang dilakukan adalah bahwa mereka melakukan persekongkolan baik secara terang-terangan atau diam-diam. Persekongkolan tersebut terlihat dengan cara menerima keikut-sertaan tiga peserta tender yang merupakan anggota dalam konspirasi, meskipun mengetahui bahwa ketiga peserta tersebut tidak memenuhi persyaratan prosedur penawaran tender (Procedures for the Submission of Bid). Para pelaku usaha yang terlibat dalam konspirasi juga dianggap secara bersama-sama melakukan pelanggaran, berupa tindakan saling menyesuaikan dan atau membandingkan dokumen tender, menciptakan persaingan semu, serta memfasilitasi tindakan untuk memenangkan salah satu peserta sebagai pemenang tender. Dalam perkara ini, KPPU memutuskan adanya pelanggaran atas Pasal 22 UU Anti monopoli dengan menjatuhkan sanksi antara lain melarang beberapa pelaku usaha untuk mengikuti transaksi baru dalam bentuk apapun dengan penyelenggara tender. Selain itu juga menghukum masing-masing pelaku usaha untuk membayar denda dan atau sesuai tingkat pelanggarannya.
Di tingkat banding, Pengadilan Negeri Jakarta Barat membatalkan Putusan KPPU melalui Putusan Nomor 001/KPPU/PDT.P/2002/ PN.Jkt.Bar. Adapun alasan pengadilan adalah bahwa cakupan undang-undang anti monopoli hanya terbatas pada tender untuk memborong pekerjaan, pengadaan barang atau penyediaan jasa. Oleh karena itu, lazimnya dalam pengertian tender di sini adalah siapa yang dapat mengajukan harga penawaran terendah, maka akan ditunjuk sebagai pemenang. Sedangkan perkara tersebut merupakan penjualan saham dan konversi obligasi Indomobil, dan yang mengajukan penawaran tertinggi adalah salah satu peserta tender, sehingga sudah selayaknya jika perusahaan tersebut ditunjuk sebagai pemenang.
Di tingkat Kasasi, Mahkamah Agung menguatkan Putusan Pengadilan Negeri dengan alasan, bahwa Pengadilan Negeri tidak mempertimbangkan segi formal Putusan KPPU Nomor 03/KPPU-I/2002. Adapun segi formal Putusan KPPU adalah penggunaan irah-irah (kepala putusan) “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Hal ini mengingat, bahwa berdasarkan Pasal 30 UU Nomor 5 Tahun 1999, KPPU bukan badan peradilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 UU Nomor 14 Tahun 1970, dan KPPU juga tidak memiliki kewenangan secara khusus dari Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 serta peraturan lainnya untuk memuat irah-irah tersebut. Oleh karena itu, KPPU dianggap melampaui kewenangannya, sehingga Putusan tersebut mengandung cacat hukum, dan karenanya harus dinyatakan batal demi hukum.
Perkara kedua, adalah perkara Thames Jaya, adalah persekongkolan antara panitia tender jasa pengamanan dengan salah satu penawar. Adanya konspirasi di antara panitia dan peserta terlihat dengan tidak dipenuhinya asas keterbukaan, antara lain tidak ada pengumunan tentang pemenang tender, dan tidak terdapat bukti pendaftaran mengikuti pra-kualifikasi oleh penawar tertentu, namun penawar tersebut dinyatakan sebagai pemenang. Atas tindakan tersebut, KPPU Putusan Perkara Nomor 05/KKPU-I/2004, menyatakan bahwa mereka melakukan pelanggaran terhadap Pasal 22 UU Nomor 5 Tahun 1999, menghukum yang bersangkutan untuk menghentikan kegiatan penyediaan jasa pengamanan, serta membayar denda kepada panitia sebesar satu milyar rupiah. Di tingkat banding, Pengadilan Negeri dalam putusannya Nomor 03/Pdt.KPPU/2004/PN Jak.Sel. menguatkan kembali Putusan KPPU dengan menolak semua permohonan pelaku usaha. Pelaku usaha keberatan atas Putusan Pengadilan Negeri dan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung, yang sampai sekarang masih dalam proses pemeriksaan.
Perkara ketiga merupakan perkara yang akhir-akhir ini menjadi bahan perbincangan di kalangan para pengamat bisnis adalah penjualan kapal tanker PT Pertamina. Perkara bermula dari penjualan dua unit kapal Tanker Very Large Crude Carrier (VLCC) milik Pertamina yang mengandung indikasi persekongkolan untuk mengatur pemenang tender. Proses penawaran berawal dari penunjukan Goldman Sachs (Singapura), Pte. sebagai penasihat keuangan oleh Pertamina, tanpa melalui proses tender terbuka, yang sekaligus juga merupakan salah satu pemegang saham di Frontline, Ltd. Dalam proses selanjutnya, Pertamina menyatakan Frontline, Ltd. sebagai pemenang tender, meskipun perusahaan tersebut menawar dengan harga lebih rendah daripada Essar yang merupakan penawar tertinggi, tetapi tidak mempunyai komitmen untuk membayar uang muka sebesar 20%.
Penunjukan secara langsung Goldman Sachs sebagai penasihat keuangan dan pengatur dalam divestasi VLCC oleh Pertamina merupakan perlakuan istimewa yang diberikan kepada satu pelaku usaha. Hal ini merupakan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 19 huruf d yang menyatakan, bahwa “melakukan praktek diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu”. Di samping itu, dalam pemeriksaan juga terbukti bahwa terdapat persekongkolan antara Pertamina dengan pelaku usaha yang terlibat dalam penawaran tender, yakni Frontline, Ltd., Goldman Sachs, dan Equinox. Persekongkolan tersebut dilakukan dengan cara terang-terangan maupun diam-diam melalui tindakan penyesuaian dan atau membandingkan dokumen tender sebelum penyerahan, atau dengan menciptakan persaingan semu dan menyetujui dan memfasilitasi melakukan suatu tindakan meskipun sepatutnya mengetahui bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk mengatur dalam rangka memenangkan peserta tender tertentu.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, KPPU memutuskan, antara lain, bahwa Pertamina terbukti melanggar Pasal 19 huruf d UU Nomor 5 Tahun 1999 dalam hal penunjukan langsung Goldman Sachs (Singapore), Pte. sebagai penasihat keuangan dan pengatur tender. Kedua perusahaan tersebut juga dinyatakan terbukti melanggar Pasal 19 huruf d UU Nomor 5 Tahun 1999 dalam hal menerima penawaran ketiga dari Frontline, Ltd. Adapun Pasal 22 UU Nomor 5 Tahun 1999 diterapkan pada PT Pertamina, Goldman Sachs (Singapore) Pte., Frontline, Ltd dan Equinox.
Dalam Putusan Nomor 04/KPPU/2005/PN.JKT.PST, Pengadilan menyatakan, antara lain, bahwa Pertamina pada akhirnya menunjuk Frontline, Ltd. sebagai pemenang tender karena Essar tidak dapat memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Pertamina sebagai pemenang tender, khususnya mengenai kewajiban pembayaran uang muka sebesar 20%. Berdasarkan fakta, terungkap Essar menduduki posisi pertama dengan penawaran US$ 183 juta, sedangkan Frontline Ltd. pada peringkat kedua dengan penawaran US$ 175 juta. Adapun OSG menduduki peringkat ketiga dengan penawaran US$ 162 juta. Adapun Goldman Sachs (Singapore), Pte. tidak berkedudukan sebagai pelaku usaha, melainkan hanya sebagai penasihat keuangan dan pengatur tender, sehingga tidak dapat dikenakan Pasal 19 huruf d UU Nomor 5 Tahun 1999 yang bekerja sama dengan Pertamina memilih pemenang tender.
Di tingkat Kasasi, Mahkamah Agung Indonesia melalui Putusan Nomor 04K/KPPU/2005 menguatkan Putusan KPPU dan membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Adapun alasan Mahkamah Agung menguatkan Putusan KPPU antara lain adalah, bahwa PT Pertamina telah menunjuk langsung Goldman Sachs, Pte. sebagai financial advisor dan arranger adalah bertentangan dengan SK 077 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pertamina/KPS/JOB/T.A.C Bab IV huruf a angka 3 dan Keppres Nomor 18 Tahun 2000 jo. Keppres Nomor 80 Tahun 2003. Alasan lain yang menjadi pertimbangan Mahkamah Agung dalam menguatkan Putusan KPPU adalah, bahwa PT Pertamina dan Goldman Sachs, Pte tidak dibenarkan untuk menerima penawaran optional dari Frontline dengan harga baru yang melebihi pemenang pertama, serta tidak memberi kesempatan kepada bidder-bidder lain pesaingnya, seperti Essar dan OSG untuk memberikan penawaran baru. Tindakan-tindakan tersebut merupakan pelanggaran atas Pasal 22 dan 19 huruf d UU Nomor 5 Tahun 1999.
Sanksi dalam Hukum Anti Monopoli
Pelanggaran terhadap Pasal 22 UU Nomor 5 Tahun 1999 dapat dikenakan sanksi administrative maupun hukuman pidana. Sanksi administrative diatur berdasarkan Pasal 47, sedangkan hukuman pidana pokok didasarkan Pasal 48, dan pidana tambahan dalam Pasal 49.
Berdasarkan Pasal 47, KPPU memiliki kewenangan menjatuhkan sanksi administrative terhadap pelaku usaha yang melanggar Pasal 22, berupa:1. Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan kegiatan yang terbukti menimbulkan praktek monopoli dan atau menyebabkan persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat. 2. Penetapan pembayaran ganti rugi. 3. Pengenaan denda serendah-rendahnya Rp. 1.000.000.000,- dan setinggi-tingginya Rp.25.000.000.000,-.
Pelanggaran terhadap Pasal 22 juga dapat dikenakan hukuman pidana pokok berdasarkan Pasal 48 UU Nomor 5 Tahun 1999, berupa:1. Pidana denda serendah-rendahnya Rp. 5.000.000.000,- dan setinggi-tingginya Rp.25.000.000.000,-, atau pidana kurungan pengganti denda selama 5 bulan. 2. Pidana denda serendah-rendahnya Rp. 1.000.000.000,- dan setinggi-tingginya Rp. 5.000.000.000,- atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 bulan, dalam hal pelaku usaha dan/atau menolak menyerahkan alat bukti yang diperlukan dalam penyelidikan dan/atau pemeriksaan atau menolak diperiksa, menolak memberikan informasi yang diperlukan dalam penyelidikan dan/atau pemeriksaan, atau menghambat proses penyelidikan dan/atau pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) dan (2).
Di samping pidana pokok, pelanggaran terhadap Pasal 22 juga dapat dijatuhi pidana tambahan sesuai yang diatur dalam Pasal 49 UU Nomor 5 Tahun 1999 sebagai berikut:1. pencabutan izin usaha, atau2. larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 tahun dan selama-lamanya 5 tahun, atau3. penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian pada pihak lain.
KPPU memiliki kewenangan untuk menjatuhkan sanksi administrative terhadap pelaku usaha, namun tidak memiliki kewenangan menjatuhkan sanksi administrative kepada pihak lain yang bukan pelaku usaha. Pihak lain yang bukan pelaku usaha adalah penyelenggara tender dari instransi pemerintah, yang kegiatannya berkaitan dengan kepentingan negara dan atau masyarakat umum dan bukan untuk mencari keuntungan ekonomi. Dalam hal ini, KPPU hanya dapat memberikan rekomendasi kepada atasan dari ketua panitia dan atau penyelenggara tender, untuk melakukan pemeriksaan terhadap panitia dan penggunaan barang yang bersangkutan, serta menjatuhkan sanksi administratif pada mereka. Rekomendasi KPPU merupakan dasar bagi para atasan ketua panitia tender untuk melakukan pemeriksaan sehubungan dengan adanya indikasi pelanggaran terhadap Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 2000, Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003, dan kelaziman pelaksanaan tender yang sehat. Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 menetapkan bahwa pengadaan barang dan atau jasa pemerintah harus memenuhi antara lain prinsip terbuka dan bersaing, serta adil dan tidak diskriminatif. Berdasarkan prinsip terbuka dan bersaing, pengadaan barang dan atau jasa harus terbuka bagi semua penyedia barang dan jasa yang memenuhi persyaratan dan dilakukan melalui persaingan sehat, berdasarkan ketentuan dan prosedur yang jelas serta transparan.
Sedangkan sanksi pidana dapat diterapkan kepada pelaku usaha maupun bukan pelaku usaha yang melakukan persekongkolan tender. Namun demikian, hanya sanksi pidana pokok dan sanksi pidana tambahan berupa penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian pada pihak lain, yang dapat dijatuhkan terhadap pelaku usaha maupun bukan pelaku usaha yang melakukan persekongkolan tender. Sedangkan sanksi pidana tambahan berupa pencabutan izin usaha dan larangan menduduki jabatan Direksi atau Komisaris sekurang-kurangnya dua tahun dan selama-lamanya lima tahun, hanya dapat dijatuhkan terhadap pelaku usaha yang melakukan persekongkolan tender.
Kegiatan persekongkolan tender yang mengandung dua sifat pelanggaran hukum membawa konsekuensi penjatuhan sanksi administratif oleh KPPU, tidak menghapuskan sifat pidana persekongkolan tender. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa penjatuhan sanksi administrative dan sanksi pidana bersifat alternative bagi pelaku usaha. Dengan perkataan lain, penjatuhan sanksi administratif dan sanksi pidana dapat dilakukan terhadap setiap pelaku usaha yang terbukti melakukan persekongkolan tender.
Penutup
Persekongkolan penawaran tender merupakan tindakan di kalangan para pelaku usaha yang mengakibatkan hambatan dalam proses persaingan yang sehat serta menimbulkan kerugian secara material. Bahkan di beberapa negara, tindakan tersebut diakui sebagai salah satu penyebab utama korupsi dan manipulasi dalam kegiatan pembangunan, sehingga lembaga pegawas persaingan di beberapa negara di samping memiliki otoritas menjatuhkan sanksi administratif juga sanksi pidana bagi pelaku usaha yang melanggar ketentuan tersebut secara kumulatif. Mengingat dampak yang ditimbulkan dari kegiatan tersebut sangat signifikan terhadap pembangunan nasional, pemerintah berupaya membentuk peraturan hukum yang bertujuan dilaksanakannya pengadaan barang dan/atau jasa dengan efektif dan efisien, dengan prinsip persaingan sehat, transparan, terbuka, dan adil, antara lain melalui Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (dengan beberapa peraturan peubahannya). Pengaturan pengadaan barang dan/atau jasa ini juga dilakukan secara terintegrasi dengan peraturan hukum lainnya, seperti yang tercantum dalam ketentuan Pasal 22 sampai dengan 24 UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang persekongkolan penawaran tender. Dibentuknya pedoman Pasal 22 tentang Larangan Persekongkolan dalam tender berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 1999, akan menjadi dasar acuan bagi para pelaku usaha, baik swasta maupun badan usaha milik negara, serta KPPU sendiri, guna melakukan tindakan preventif atas terjadinya persekongkolan yang bersifat horisontal maupun vertikal.
Di samping pembentukan aturan hukum yang bertujuan mencegah dilakukan persekongkolan, keberadaan lembaga pengawas yang memiliki integritas kuat sangat menentukan ditegakkannya peraturan tersebut. Salah satu lembaga pengawas tersebut adalah KPPU, yang memiliki kewenangan untuk memeriksa dan menjatuhkan sanksi administratif bagi pelaku usaha yang melanggar ketentuan tentang larangan persekongkolan penawaran tender. Pedoman atas larangan persekongkolan tender yang dibentuk oleh KPPU dimaksud untuk memperjelas pengaturan tersebut, sehingga baik pelaku usaha maupun panitia pelaksana tender dapat menggunakannya sebagai petunjuk untuk menghindarkan diri dari persekongkolan di kalangan mereka.
Adanya keharusan bagi lembaga pengawas untuk membuktikan semua unsur yang terdapat dalam Pasal 22 UU Nomor 5 Tahun 1999 akan mempersulit KPPU dalam melakukan penyelidikan terhadap persekongkolan tender. Unsur yang dirasakan paling memberatkan tugas KPPU adalah penilaian atas terjadinya “persaingan usaha tidak sehat”, karena dalam hal ini mereka harus membuktikan bahwa persekongkolan tersebut “dapat mengakibatkan” persaingan usaha tidak sehat (pendekatan rule of reason). Unsur ini dapat dianggap sebagai proses pembuktian yang berlebihan, sehingga kadangkala menjadi bumerang bagi keputusan KPPU sendiri, karena kalimat “dapat mengakibatkan” merupakan kata-kata bersayap yang memiliki beberapa makna. Di banyak negara, lembaga pengawas persaingan cukup membuktikan terjadinya kesepakatan kolusif, karena hampir semua kesepakatan kolusif selalu berakibat merugikan dan/atau meghambat persaingan usaha (pendekatan per se illegal).